Add caption |
Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan menyatakan perlunya Komisi Pengawas Advokat di tiap daerah.
Komisi ini selain terdiri dari kalangan advokat, juga beranggotakan tokoh masyarakat, perguruan tinggi, dan tokoh setempat.
“Komisi Pengawas Advokat akan lebih bisa proaktif mengawasi perilaku
advokat. Jika Komisi menemukan advokat nakal maka segera bisa dilaporkan
ke Dewan Kehormatan,” jelas Otto Hasibuan di Unissula, Semarang, Jawa
Tengah, Sabtu (30/1/2010).
Ditanya tentang maraknya advokat yang terlibat dalam mafia hukum, Otto menegaskan tak bisa mengabaikan tudingan itu.
“Karena memang advokat mempunyai peran yang sangat besar dalam proses
berjalannya hukum. Advokat menangani kasus sejak dari polisi kemudian
ke jaksa lalu ke pengadilan bahkan sampai Mahkamah Agung. Jadi advokat
akhirnya bisa mengontrol jalannya hukum dari awal hingga akhir. Karena
itu advokat punya potensi jadi lurus atau bengkok,” paparnya.
Hal ini, menurut Otto, masih dilupakan pemerintah. Pemerintah
menganggap advokat sebagai unsur di luar sistem dan dianggap sebagai
lawan.
“Tapi tidak semua advokat terlibat mafia hukum. Saat ini tak hanya
advokat yang terlibat mafia hukum tapi juga penegak hukum yang lain,”
kata Otto.
Untuk mengecilkan jumlah advokat yang nakal maka Peradi sekarang ini
menegakkan disiplin yang ketat yaitu etika profesi. Peradi saat ini juga
tengah menangani beberapa kasus pelanggaran etika profesi.
“Kami telah memecat dua orang. Dan belum lama ini ada lagi satu
laporan tentang anggota yang terbukti salah di pengadilan. Kemungkinan
dia juga akan dipesat. Peradi juga telah menskorsing beberapa anggota
akibat perbuatan-perbuatannya,” tuturnya. (okezone)
Advokat dan Suap-Suapan
Jumat, 25-07-2008 17:11:39 oleh: illian deta arta sari
Kanal: Opini
Kanal: Opini
Advokat atau yang lebih dikenal sebagai pengacara seharusnya bisa
menjadi profesi mulia bila dijalankan dengan benar. Sayangnya, banyak
yang menjatuhkan derajatnya dengan bekerja menghalalkan segala cara,
menyuap aparat penegak hukum baik polisi, jaksa atau hakim agar kliennya
menang.
Pengacara yang tertangkap tangan melakukan praktek kotor itu mungkin
hanya sedikit. Kasus yang mencuat misalnya, suap antara pengacara
pengusaha Probosutedjo yaitu Harini Wijoso pada 5 staf MA yang meminta
uang dengan alasan untuk Ketua MA Bagir Manan. Kasus lainya adalah suap
antara Tengku Syaifuddin Popon, pengacara mantan Gubernur Nangroe Aceh
Darusalam Abdullah Puteh pada Panitera PT DKI Ramadhan Rizal dan
Panitera Muda Pidana M Soleh.
Praktek pemberian uang dari advokat pada jaksa baru saja juga terkuak
di persidangan Pengadilan Tipikor, Kamis (24/7) lalu. Dalam sidang,
terungkap rekaman adanya pemerasan dari Jaksa kasus BLBI Urip Tri
Gunawan kepada Reno Iskandarsyah, pengacara mantan Kepala BPPN Glen
Yusuf sebesar Rp 1 miliar. Sungguh kotor kelakuan Urip. Dan sungguh
disayangkan, permintaan jaksa nakal itu dituruti meski hanya Rp 110
juta. Kenapa sebagai orang yang mengerti hukum, mereka tidak melakukan
perlawanan?
Meski advokat yang tertangkap tangan menyuap hanya sedikit, tapi
faktanya buanyaaaaak sekali yang melakukannya. Alasannya macam-macam
dari A sampai Z, tapi yang jelas, batas antara ”terpaksa menyuap” dan
”menikmati menyuap agar menang” itu sangat tipis.
Saya teringat cerita seorang teman kuliah yang dulu lurus, idealis,
sebut saja Mawar yang sempat menggeluti profesi advokat dan membuka
kantor sendiri tapi kemudian banting stir di bidang lain. Suatu hari
saya bertemu dan bertanya kenapa berubah haluan. Mawar bercerita praktek
korupsi, pungutan liar, peras-memeras sudah jadi makanan sehari-hari.
”Aku jengah jadi pengacara. Di pengadilan, banyak yang minta uang dan
terang-terangan. Tak jarang orang-orang brengsek itu minta kanan kiri.
Tak ada uang atau uang kalah banyak dengan dari lawan, artinya perkara
kalah,’’ katanya berapi-api. ”Kalau lawan menang dengan argumen yang
hebat sih aku bisa terima. Tapi ampyuuuun, argumen hukumnya saja
amburadul tapi tetep saja dimenangkan,’’ tambahnya masih dengan semangat
45.
Mendengar cerita itu, saya bertanya kenapa mau ”diperas” atau memberi
uang pada orang-orang nakal itu. Diapun menjawab ”Terpaksa bu, terpaksa
oi. Kalau nggak ngasih uang ya artinya perkara akan kalah. Kalau klien
sering kalah, reputasi ancur terus nggak ada lagi yang mau jadi klien.
Mau lapor juga percuma, wong yang dilaporin polisinya gitu”. Dia
kemudian mengatakan memilih cabut dari profesi itu karena susah
melakukan perubahan. ”Selama penegak hukumnya korup, apa yang bisa kita
lakukan?” ujarnya. Hmmmmmmm… jawaban yang putus asa banget.
Cerita itu tak jauh beda dengan obrolan ngalor ngidul dengan seorang
pengacara kondang yang terkenal reputasinya oke dan bahkan dapat
pernghargaan bergengsi. Sungguh-sungguh tak disangka. Selama ini dia
dkenal sebagai orang yang tegas menolak suap dan menyatakan anti suap.
Tapi dia secara tidak sadar keceplosan ”Kalau saya dari dulu punya
prinsip, tidak akan mengotori tangan saya dengan menyogok. Saya ingin
menangani kasus dengan bersih,’’ katanya. ”Tapi, kalau klien atau
keluarganya mau melakukannya ya silahkan lakukan sendiri. Saya tidak
bisa melarangnya, dan saya nggak ikut-ikut,’’ tambahnya enteng. Waduh,
waduh, waduh… orang bersih macam apa dia..
Saya nggak habis pikir, dia sih bersih tidak mengotori tangannya.
Tapi kenapa membiarkan keadilan dinodai padahal dia mengetahuinya,
bahkan si klien meminta ijin padanya? Meski suap tidak dia lakukan, tapi
uang itu jelas akan mempengaruhi kemenangannya di pengadilan. Artinya,
kehebatannya di pengadilan tidak murni karena dirinya hebat, tapi karena
faktor X tadi.
Bila melihat pada sisi lain, baik polisi, jaksa atau hakim,
seringkali mereka berkilah ”Ya masyarakat jangan menawari atau menyogok.
Kami kan juga manusia. Kalau tidak ada yang menyuap ya tidak akan
terjadi itu.’’ Hal itu juga pernah diungkapkan juru bicara Mahkamah
Agung Djoko Sarwoko.
Nah, dalam kasus suap-menyuap ini siapa yang duluan. Advokat yang
menyuap kemudian aparat tergoda menerima, atau aparat yang menggoda
kemudian Advokat menyuap dan menikmati? Salah siapa? Ini seperti
bertanya duluan mana telur dan ayam? …………………….
(www.illinree.wordpress.com)
Jumat 28 Agustus 2009
Ketua DPC Peradi P.Sidimpuan-Madina
Anggota ‘Nakal’ Akan Dicabut Izin Pengacaranya
Ketua DPC Peradi P.Sidimpuan-Madina
Anggota ‘Nakal’ Akan Dicabut Izin Pengacaranya
Ketua DPC Peradi P.Sidimpuan-Madina : Kodir, Padang Sidimpuan
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokad Indonesia
(Peradi) P.Sidimpuan-Mandailing Natal Ridwan Rangkuti, SH, MH
mengatakan,” Akan mencabut sementara izin berpengacara seraya membuat
laporan kepada dewan kehormatan Peradi Pusat bagi advokad yang dinilai
mencoreng nama baik organisasi”.
“Oleh karenanya seluruh advokad yang bernaung dibawah bendera Peradi
harus tunduk pada kode etik dan peraturan perundangan yang berlaku, dan
tetap menjaga marwah dan martabat organsiasi Peradi,” ujar Rangkuti
kepada wartawan, Jum’at (28/8).
Menurutnya, Peradi memiliki hak dan wewenang mengangkat dan memberhentikan Advokad serta menerbitkan kartu Advokat.
Menurutnya, Peradi memiliki hak dan wewenang mengangkat dan memberhentikan Advokad serta menerbitkan kartu Advokat.
“Sanksi tegas akan kita berikan bagi anggota Peradi yang terbukti
‘nakal’ atau dinilai mencoreng nama baik organisasi dalam beracara di PN
tempat bersangkutan menjalankan profesinya,” kata Rangkuti saat memberi
penjelasan didampingi wakil ketua Tris Widodo, SH, MH di sekretariat
DPC Ikadin, Jalan Sudirman, P.Sidimpuan.
Dikatakan Ridwan, yang juga Ketua DPC Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) sanksi tersebut ditindaklanjuti pabila adanya laporan atau pengaduan masyarakat yang masuk ke sekretariat Peradi termasuk tindak tanduk para anggota Peradi.
Dikatakan Ridwan, yang juga Ketua DPC Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) sanksi tersebut ditindaklanjuti pabila adanya laporan atau pengaduan masyarakat yang masuk ke sekretariat Peradi termasuk tindak tanduk para anggota Peradi.
Lebih jauh dikatakannya, Peradi dalam waktu dekat akan sediakan
fasilitas pelayanan pengaduan menyangkut soal hukum kepada masyarakat
luas, “siapa saja masyarakat apalagi yang masyarakat kurang mampu boleh
datang mengadukan permasalahan hukum yang dialaminya ke kantor Peradi
dan kita siap memberikan bantuan hukum,” ajaknya.
Ridwan Rangkuti yang terpilih secara aklamasi oleh 19 orang peserta
utusan DPC Ikadin, Serikat Pengacra Indonesia (SPI) dan Ikatan Penasehat
Hukum Indonesia (IPHI) dalam musayawarah anggota pembentukan DPC Peradi
P.Sidimpuan Periode 2009-2013 di wisma KPN Budi Luhur, Jalan Kenanga,
P.Sidimpuan 15 Agustus lalu dan dihadiri Wakil Sekretaris Jeneral DPN
Advokad H.Hasanuddin Nasution, SH, MH berjanji tidak mau sesumbar dalam
menjalankan roda organsiasi yang dipimpinnya.
Ia bertekad dalam menjalankan roda organisasi (Peradi)l harus melalui
musyawarah mufakat oleh pengurus harian organisasi, “baik itu keputusan
atau kebijakan organisasi yang diambil, kita haraus terlebih dahulu
melalui musyawarah dan mufakat sesama anggota,” sebutnya.
Disebutkannya Ke-19 orang peserta musyawarah tersebut berasal dari
DPC Ikadin 16 orang, Serikat Pengacara Indonesia (SPI) 5, dan Ikatan
Penasehat Hukum Indonesia (IPHI) 5 orang dan 3 orang lainnya pengacara
yang bercacara di wilayah PN P.Sidimpuan dan Madina.
Diterangkan Rangkuti, wilayah tugas beracara anggota Peradi meliputi
daerah Tapanuli Bahagian Selatan (Tabagsel) yaitu P.Sidimpuan, Madina,
Tapanuli Selatan, Padanglawas Utara (Paluta) dan Padanglawas (Palas).
“Namun daerah pemekaran baru Paluta dan Palas belum memiliki kantor PN defenitif maka domisili beracara anggota saat ini Peradi tersebar di P.Sidimpuan. Tapsel dan Madina,” sebutnya.
“Namun daerah pemekaran baru Paluta dan Palas belum memiliki kantor PN defenitif maka domisili beracara anggota saat ini Peradi tersebar di P.Sidimpuan. Tapsel dan Madina,” sebutnya.
Adapun komposisi Personilia DPC Peradi P.Sidimpuan-Madina 2009-2013.
Ketua Ridwan Rangkuti, SH, MH, wakil Irsan Harahap, SH, Tris Widodo, SH,
MH, Sekretaris Suleman Siregar, SH, wakil Bandaharo Saifuddin, SH,
Irfan Hakim Harahap, SH. Bendahara Mara Mulia Harahap, SH, wakil Erwin
Parlindungan Siregar, SH, Romi Iskandar rambe, SH dilengkapi dengan 10
Bidan Kepengurusan.
Rencananya DPC Peradi P.Sidimpuan-Madina akan dilantik oleh Ketua
Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi Pusat Dr. Otto Hasibuan, SH,
MH bulan Oktober tahun ini di Gedung Nasional, P.Sidimpuan.***
Oknum Pengacara adalah Pengkhianat Negara!
Profesi pengacara/advocate/solicitor merupakan profesi yang
dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat, all man needs a lawyer..like
it or not.., dari pejabat sampe penjahat, dari konglomerat sampe orang
melarat, they all need.
Lawyer…, dibangku kuliah diajarin kalau profesi pengacara is officium nobile…, defender of the ppl, fight for the injustice,
Lawyer…, dibangku kuliah diajarin kalau profesi pengacara is officium nobile…, defender of the ppl, fight for the injustice,
Profesi pengacara
Mulai booming or terangkat since reformasi, saat hukum di indo tiba2 jadi fokus perhatian dan pelan2 bangkit dari mati suri selama 30th mulailah profesi pengacara menjadi sesuatu yang diminati, even now prestigous, pengacara2 litigasi pidana yang dulunya mungkin cuman bisa jualan obat nyari2 kasus di kantor polisi n pengadilan,
Mulai booming or terangkat since reformasi, saat hukum di indo tiba2 jadi fokus perhatian dan pelan2 bangkit dari mati suri selama 30th mulailah profesi pengacara menjadi sesuatu yang diminati, even now prestigous, pengacara2 litigasi pidana yang dulunya mungkin cuman bisa jualan obat nyari2 kasus di kantor polisi n pengadilan,
Malah sekarang jadi kebagian objekan besar.., apalagi dengan
collapsenya perekonomian iIndonesia, maka semakin banyak kasus hukum
menjadi lebih besar lagi objekan para pengacara.
Saya pernah baca ada salah satu lawyer senior yang once said t`hat ”
every business calamity is feast of lawyer” ….semua orang berebut punya
lawyer…,
Memang ada pengacara-pengacara yang dicap “pengacara hitam” yang
membela pejabat2 korup, konglomerat yang suka ngemplang utang sehingga
menimbulkan kerugian bagi negara, ttetapi apabila disesuaikan dengan
asas presumption of innocent, dan asas setiap orang mepunyai hak dan
kedudukan yang sama dalam hukum sehingga setiap orang berhak untuk
mendapatkan pembelaan hukum sampai terbukti bersalah dalam pengadilan.
Maka pengacara2 tersebut melakukan tugasnya sebagai pengacara dimana
memberikan legal assistance untuk kliennya. kalau pengacara dicap
sebagai pengkhianat negara menurut saya berlebihan.
Karena yang harus disalahkan adalah sistemnya bukan pengacara, yang
harus disalahkan pembentuk UU nya, dan penguasa pemerintahan. Bahwa
pengacara dalam menjalankan profesinya menurut UU advokat no. 18 /2003
telah mempunyai lembaga pemgawas sendiri yang bernaung di PERADI (ada 8 organisasi advokat didalamnya) sehingga setiap tindakan pengacara yang terbukti melanggar kode etik pengacara akan diberikan tindakan khusus kalau perlu sampai tuntutan pidana..,
telah mempunyai lembaga pemgawas sendiri yang bernaung di PERADI (ada 8 organisasi advokat didalamnya) sehingga setiap tindakan pengacara yang terbukti melanggar kode etik pengacara akan diberikan tindakan khusus kalau perlu sampai tuntutan pidana..,
So gak perlu BIN turun segala…kayak kurang kerjaan aja. BIN pake
melakukan penyadapan utk pengacara…, pengacara menurut UU Advokat punya
imunitas hukum dalam hal menjalankan tugas pembelaan terhadap klientnya,
jadi klo BIN or polisi mau melakukan penyitaan or upaya paksa
pemeriksaan berkas, dokumen milik pengacara maka BIN dan Polisi
melanggar hukum… mungkin yang mesti dibenahi sistem peradilan dan sistem
pemerintahan..
to blame on lawyers…it’s not only unfair..but ridiculous…
Satuan Tugas Desak Advokad Nakal Diberi Sanksi
Rabu, 21 April 2010 | 16:51 WIB
Satuan Tugas Desak Advokad Nakal Diberi Sanksi
Rabu, 21 April 2010 | 16:51 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta – Anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia
Hukum Mas Achmad Santosa, mengatakan perlu adanya pemberian sanksi
kepada pengacara yang terlibat mafia kasus. “Pembenahan advokad
dibutuhkan segera,” katanya dalam acaa diskusi tentang “Pemberlakuan
Mekanisme Pembuktian Terbalik dan Perlindungan Whistle Blower” di Gedung
IASPH, Universitas Indonesia, Rabu (21/4).
Ota panggilan akrab Mas Achmad, menjelaskan, peran advokad sangat
strategis menjadi penghubung polisi, jaksa, hakim dan pengadilan.
“Advokad memiliki potensi mafia perkara di kejaksaan, kepolisian dan
pengadilan,” ujarnya. “Justru pengacara yang memainkan peran.”
Dia mengungkapkan, dalam kasus Gayus terkait mafia kasus, sejumlah
institusi seperti kepolisian, kejaksaan dan Mahkamah Agung sudah
mengambil tindakan kepada yang terlibat. “Organisasi advokad diam-diam
saja, meski Haposan (pengacara Gayus) menjadi tersangka.”
Penasehat Indonesia Police Watch, Johnson Panjaitan mengatakan hal
senada. Johnson yang masih sebagai pengacara ini mengungkapkan, advokad
sudah memiliki modus yang canggih. Dia mengatakan pengacara sudah
mengatur mulai dari perkara dilemahkan, maju pengadilan dibebaskan,
setelah itu dibagi-bagi.
Kebobrokan dalam organisasi advokat, kata dia, justru melindungi
anggotanya ketika advokad yang bersangkutan bermasalah hukum. Dia
memaparkan, ketika dirinya mengadu perihal pemecatan Haposan Hutagalung
ke Perhimpunan Advokad Indonesia (Peradi) justru diminta harus
melengkapi pelaporan itu dan membuktikan tindakan Haposan. “Mekanisme di
dalam justru melindungi orang-orang dalam (advokad).”
Dia menambahkan, polisi, jaksa dan hakim yang terlibat dalam kasus
mafia hukum harus diberikan sanksi yang tegas. “Tidak hanya sanksi
administratif,” katanya. Dia berharap instansi yang bersangkutan
memberikan tindakan tegas, misalnya pemecatan dan dibawa ke pengadilan
untuk di proses secara hukum.
Mas Achmad menambahkan, dalam membenahi sistem dari praktek mafia
hukum perlu ada peningkatan pengawasan internal, eksternal dan
peningkatan keterbukaan informasi dalam penanganan perkara. “Peran
komisi pengawasan harus maksimal,” katanya. Selain itu, kata dia,
kepemimpinan lembaga hukum juga harus bisa memberikan teladan.
EKO ARIWIBOWO