.

HUKUM PIDANA
(karakteristik, tujuan H pidana, azas legalitas, tujuan azas legalitas, subyek hukum )



Disusun Oleh :
Abi Habudin
11700091



FAKULTAS ILMU HUKUM
UNIVERSITAS BOROBUDUR JAKARTA



TUJUAN HUKUM PIDANA

1. Tujuan Hukum Pidana.
Secara umum , tujuan hukum pidana adalah melindungi masyarakat dari perbuatan pidana yang dilakukan oleh seseorang. Tujuan hukum pidana terdiri :
a.  Fungsi Prefentif.
Hukum pidana memberikan rasa takut untuk melakukan perbuatan pidana.
b.  Fungsi Represif.
Hukum pidana mendidik orang yang melakukan perbuatan pidana supaya sadar dan menjadi orang yang baik.

KATA PENGANTAR

Memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, karena atas berkah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini, yang berjudul Kewaspadaan Nasional dalam mengamalkan Pancasila, beserta Komponennya dengan harapan kita sebagai manusia dapat mengetahui, serta memahami potensi-potensi Kewaspadaan Nasional dalam mengamalkan Pancasila menurut para ahli dan para pakar . Dan juga saya tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak yan telah mendukung dalam pembuatan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik maupun saran diharapkan dapat diberikan kepada pembaca untuk lebih menyempurnakan makalah ini semoga ada manfaatnya.. Terima kasih.







                                                                                             Jakarta, 7 November 2012

                                                                                                           Penulis



BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Salah satu cara memahami Kewaspadaan Nasional dalam mengamalkan Pancasila adalah dengan pendekatan yang lebih mengarah kepada teori tentang kepribadian manusia. Dewasa ini telah banyak hasil yang dicapai oleh para ahli psikologi dalam usaha untuk menyusun teori kepribadian . Pembahasan tentang kepribadian ini berkaitan erat dengan perilaku manusia yang salah satu determinannya adalah dalam mengamalkan Pancasila.
Berdasarkan penggolongan determinan Kewaspadaan Nasional dalam mengamalkan Pancasila itulah para ahli psikologi mengemukakan teori-teorinya tentang motivasi. Di antara teori motivasi yang dikemukakan adalah teori aktualisasi diri yang pertama kali dikemukakan oleh Carl Rogers dan kemudian dikembangkan oleh Abraham H. Maslow. Abraham H. Maslow ini dianggap sebagai tokoh madzhab ketiga dari aliran psikologi yang melakukan penelitan dengan cara meneliti orang-orang yang sehat sebagai obyeknya.
Kewaspadaan Nasional dalam mengamalkan Pancasila bukanlah sesosok binatang ataupun makhluk yang lainnya, Kewaspadaan Nasional dalam mengamalkan Pancasila sangatlah berbeda.Perbedaaan nya itu mendasari manusia untuk berpotensi dan berkembang disetiap kehidupan, Manusia memiliki isi yang sangat berharga yang membuat Kewaspadaan Nasional dalam mengamalkan Pancasila itu sangatlah sempurna.
Dalam makalah ini mari kita bahas satu persatu apa hakikat Kewaspadaan Nasional dalam mengamalkan Pancasila,asal usul dan, bagaimana cara mengembangkan potensi kita dalam dalam mengamalkan Pancasila dan beberapa fakta unik lainnya yang akan kita bahas di sini



DAFTAR ISI


BAB I.  PENDAHULUAN......................................................................................................  2
Latar belakang Masalah ...........................................................................................................  2
BAB II. PEMBAHASAN .......................................................................................................  4

BAB III PENUTUP ...............................................................................................................  14

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................  15












BAB II
PEMBAHASAN

A.    TINJAUAN PANCASILA DARI BERBAGAI SEGI
            Mempelajari Pancasila sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia adalah kewajiban moral seluruh warga negara Indonesia. Pancasila yang benar dan sah (otentik) adalah yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hal itu ditegaskan melalui Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968, tanggal 13 April 1968. Penegasan tersebut diperlukan untuk menghindari tata urutan atau rumusan sistematik yang berbeda, yang dapat menimbulkan kerancuan pendapat dalam memberikan isi Pancasila yang benar dan sesungguhnya.
            Dalam rangka mempelajari Pancasila, Laboratorium Pancasila IKIP Malang (1986:9-14) menyarankan dua pendekatan yang semestinya dilakukan untuk memperoleh pemahaman secara utuh dan menyeluruh mengenai Pancasila. Pendekatan tersebut adalah pendekatan yuridis-konstitusional dan pendekatan komprehensif.
            Pendekatan yuridis-konstitusional diperlukan guna meningkatkan kesadaran akan peranan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, dan karenanya mengikat seluruh bangsa dan negara Indonesia untuk melaksanakannya. Pelaksanaan Pancasila mengandaikan tumbuh dan berkembangnya pengertian, penghayatan dan pengamalannya dalam keseharian hidup kita secara individual maupun sosial selaku warga negara Indonesia.
            Pendekatan komprehensif diperlukan untuk memahami aneka fungsi dan kedudukan Pancasila yang didasarkan pada nilai historis dan yuridis-konstitusional Pancasila: sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Telaah tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa selain merupakan philosphische grondslaag (Bld), dasar filsafat negara Republik Indonesia, Pancasila pun merupakan satu kesatuan sistem filsafat bangsa atau pandangan hidup bangsa (Ing: way of life; Jer: weltanschauung). Maka tinjauan historis dan filosofis juga dipilih untuk memperoleh pemahaman yang mengarah pada hakikat nilai-nilai budaya bangsa yang dikandung Pancasila sebagai suatu sistem filsafat. Pancasila adalah keniscayaan sejarah yang dinamis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kendati demikian, tinjauan filosofis tidak hendak mengabaikan sumbangan budi-nurani terhadap aspek-aspek religius dalam Pancasila (Lapasila, 1986:13-14): Dengan tercantumnya Ketuhanan yang mahaesa sebagai sila pertama dalam Pancasila, Pancasila sebenarnya telah membentuk dirinya sendiri sebagai suatu ruang lingkup filsafat dan religi.
            Karena hanya sistem filsafat dan religi yang mempunyai ruang lingkup pembahasan tentang Ketuhanan yang mahaesa. Dengan demikian secara inheren Pancasila mengandung watak filosofis dan aspek-aspek religius, sehingga pendekatan filosofis dan religius adalah konsekuensi dari essensia Pancasila sendiri yang mengandung unsur filsafat dan aspek religius. Karenanya, cara pembahasan yang terbatas pada bidang ilmiah semata-mata belum relevan dengan Pancasila
            Pancasila, tidaklah ringan, tanpa masalah. Namun, perjuangan dan pengorbanan yang demikian besarnya dari para perintis dan pahlawan kemerdekaan demi kepentingan bangsa dan negara yang sesuai bagi bangsa kita yang majemuk ini, ternyata dikesampingkan begitu saja oleh kelompok masyarakat yang tergabung, antara lain, dalam PKI, DI/TII, PRRI-  Permesta, dan berbagai bentuk gerakan lainnya. Kelompok-kelompok inilah telah melakukan pemberontakan dalam rangka memecah belah persatuan bangsa dengan maksud mengubah Republik Kesatuan menjadi negara federasi atau hendak menggantikan Pancasila dengan ideoligi yang lain.
            Sikap permusuhan yang diwujudkan dalam pemberontakan tersebut jelaslah menunjukkan tidak adanya kesadaran nasional dan rasa keterlibatan mereka dalam kehidupan bersama sebagai satu bangsa, sebagaimana telah diikrarkan dalam Sumpah Pemuda, dan diangkat sebagai nilai dasar dalam ideologi negara Pancasila. Maka, dalam rangka mencegah timbulnya kembali perpecahan dan pemberontakan di kelak kemudian hari, demikian pula dalam menumbuhkan kesadaran dan keterlibatan sosial seluruh bangsa dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, perlu diadakan usaha-usaha untuk memahami dan menghayati makna Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa beserta konsekuensinya; kemudian bagaimana penuangannya ke dalam UUD 1945 untuk mengatur kehidupan masyarakat melalui pranata-pranata sosial dan sistem kenegaraan yang meliputi seluruh kepulauan Nusantara; dan juga bagaimana mewujudkannya secara nyata dan operasional ke dalam pembangunan nasional, yang direncanakan secara bertahap, serta pelaksanaannya dalam PJP I dan II sekarang ini.
            Namun, perlu disadari bahwa langkah dan proses itu terjadi tidak secara otomatis dan maksimal. Masyarakat dan bangsa Indonesia adalah makhluk insani yang dilengkapi dengan kemampuan pikiran, efeksi, dan kehendak bebas. Kemampuan-kemampuan itu sangat berperan dan bahkan menentukan. Oleh karena itu, terjadilah langkah dan proses yang baik dan benar sebagaimana telah dilihat dan diinginkan. Namun, terjadi pula kekurangan, kesalahan, dan penyelewengan, baik itu terlaksana secara sadar maupun tidak. Maka, agar tidak terjadi kesalahan dan penyelewengan, pelu ada kewaspadaan; waspada dalam berpikir dan bersikap; waspada dalam mengatur pergaulan dan interaksi sosial; waspada dalam menjalankan langkah-langkah untuk mewujudkan cita-cita bangsa.


B.     HAKIKAT KEWASPADAAN NASIONAL

            Kewaspadaan adalah merupakan manifestasi aktual dari kemampuan intelektual manusia dengan sadar untuk menentukan sikapnya terhadap masalah yang dihadapi dan mengambil keputusan sebagai pilihannya yang baik dan benar. Dengan demikian, kewaspadaan nasional berarti kesadaran dan kesiagaan bangsa untuk melihat dengan tajam dan teliti masalah yang dihadapi secara nasional, baik dalam bentuk kerawanan, gangguan, hambatan, ataupun tantangan serta mampu menemukan peluang yang terbuka sehingga dapat mengambil keputusan dan sikap yang benar dan baik bagi keselamatan, kelestarian dan kepentingan bangsa dan negara. Dengan demikian, terbuka peluang yang makin besar bagi bangsa dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang melibatkan segala aspek kehidupan bangsa dan dengan demikian membentuk dan memiliki suatu kekuatan yang real dan efektif, yang berupa kemampuan dan ketangguhan bangsa untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Kondisi bangsa yang dimaksud itu adalah ketahanan nasional yang pada hakikatnya bersifat dinamis dan merupakan wujud yang integral dari aspek-aspek kehidupan bangsa, yaitu ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan dan keamanan.
Kewaspadaan nasional sangat erat hubungannya dengan ketahanan nasional. Sehubungan dengan ketahanan nasional, dalam, GBHN 1998, ditegaskai sebagai berikut,

a. Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis yang merupakan integrasi dari kondisi tiap aspek kehidupan bangsa dan negara. Pada hakikatnya, ketahanan nasional adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan -hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara. Berhasilnya pembangunan nasional akan meningkatkan ketahanan nasional. Selanjutnya ketahanan nasional yang tangguh akan lebih mendorong pembangunan
nasional.

b. Ketahanan Nasional meliputi ketahanan ideologi; ketahanan politik, ketahanan ekonomi, ketahanan sosial budaya, serta ketahanan pertahanan dan keamanan



C.    KEWASPADAAN DALAM MENGAMALKAN PANCASILA

            Dalam kondisi bangsa dan negara yang sedang melakukan reformasi ini maka banyak Ancaman, Gangguan, Hambatan serta Tantangan yang harus diwaspadai oleh bangsa Indonesia.

1.      Cara Berpikir dan Mentalitas yang Perlu Diwaspadai

            Berbagai sikap dan cara hidup dalam bermasyarakat yang perlu diwaspadai yang menimbulkan berbagai kerawanan antara lain sebagai berikut :

a).Sikap Materialistis
            Sikap menghargai materi adalah baik, akan tetapi mendewakan materi dengan menganggapnya sebagai ukuran dasar untuk menilai makna hidup adalah bertentangan dengan nilai pancasila dan mengakibatkan manusia cenderung serakah. Hal yang demikian ini mengakibatkan sikap yang tidak peka terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan terutama terhadap nilai-nilai ketuhanan.

b).Mentalitas yang Berorientasi pada kekuatan dan Kekerasan
            Mentalitas ini tercermin dalam perilaku yang midah mengambil sikap atau tindakan kekerasan sebagai cara menangani masalah yang dihadapinya. Bagi aparatur negara atau penyelenggara negara, ikap yang demikian ini jelas tidak demokratis dan mencerminkan tindakan negara kekuasaan dan bukan negara hukum. Hal yang demikian ini menunjukkan kemiskinanan budaya serta membahayakan masyarakat.

c).Sikap yang Formalistis
            Kalaupun sikap ini nampaknya mematuhi peraturan, namun pada dasarnya tidak dapat menghargai makna peraturan dan cenderung menyalahgunakannya. Sikap ini menjadi lemah dan tidak kukuh dalam pendirian. Konsekuensinya mudah terjerumus dalam kemunafikan.

d). Sikap yang Primordial
            Sikap primordial adalah sikap yang sempit dan isolatif serta hanya mengutamakan kepentingan asal-usul kelompok seperti marga, ras, suku, golongan, daerah, maupun agama. Primordilalisme sebagai sikap yang mementingkan persepsi, pandangan dan kepentingan kelompok ikatan lama, antara lain mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :

·         Mempersempit moralitas pengakuan terhadap kesamaan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta membatasi hanya kepada kelompok saja.

·         Melunturkan wawasan kebangsaan serta persatuan dan kesatuan bangsa.

·         Mempersulit upaya pencapaian konsensus nasional dan loyalitas bersama sebagai suatu bangsa.

·         Cenderung mengingkari keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Sumber Ancaman Gangguan, Hambatan dan Tantangan

a). Komunisme
            Pelopor aliran Komunisme adalah Karl Marx abad 19, yang beraliran sosialis radikal. Ajaran Marx tersebut Marxisme dikembangkan oleh Lenin menjadi Marxisme-Leninisme, yang kemudian juga oleh Stalin dijadikan dasar ideologi negara komunis. Pokok komunisme yang bertentangan dengan pancasila antara lain sebagai berikut :

·         Ajaran komunisme bersifat atheis, karena ajaran komunisme didasarkan atas kebendaan, maka ajaran komunisme tidak percaya adanya Tuhan.

·         Komunisme adalah internasionalisme, yaitu prinsipnya masyarakat komunis adalah masyarakat komunis dunia yang tidak dibatasi oleh kesadaran nasional. Maka komunisme menghendaki masyarakat tanpa nasionalisme, hal ini bertentangan dengan sila persatuan Indonesia.

·         Komunisme membangun negara berdasarkan kelas. Adapaun ciri-ciri kahs yang diterapkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia adalah sebagai berikut :

ü  Menciptakan situasi konflik dengan mengadu domba beberapa pihak tertentu (pertentangan kelas)

ü  Menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.

ü  Bilamana golongan komunis telah merasa kuat dalam masyarakat maka akanmengadakan pemberontakan untuk menguasai negara.

b). Liberalisme
            Ajaran liberalisme bertitik tolak dari paham individualisme yang mendasarkan pada hak dan kebebasan individu yang melekat pada manusia sejak lahir dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk penguasa kecuali dengan persetujuannya. Kemudian pada abad 19 individualisme mengembangkan kapitalisme yang eksploitatif, penguasaan atas alat produksi oleh para kapitalis dan pemerasan atas buruh, walaupun kemudian berangsur-angsur melakukan perbaikan atas nasib buruh.

c). Fasisme dan militerisme
            Fasisme pada dasarnya mendambakan suatu negara yang kuat, dengan pemusatan kekuasaan yang tunggal denganmembangun orientasi nasionalisme eksklusif dengan mengandalkan kekuatan militer sehingga menganggap rendah harkat dan martabat bangsa serta manusia lain. Paham ini jelas bertentangan dengan pancasila yang Berketuhanan yang maha Esa, Berkemanusiaan, Berpersatuan Berkerakyatan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

d). Pragmatisme
            Pragmatisme adalah suatu paham yang hanya menghargai manfaat atau guna secara praktis sebagai hasil akhir, dan bukan prinsip-prinsip yang mendasari usaha untuk memetik manfaat dan memberikan hasil. Jadi dalam kaitannya dengan Pancasila maka Pragmatisme pada hakikatnya adalah anti ideologi, karena ideologi adalah tidak ada manfaatnya.

3. Penanggulangan dan Pencegahan

Untuk menanggulangi kerawanan dan AGHT tersebut maka dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :
a).Berpikir integralistik .
b).Meningkatkan pemasyarakatan dan pembudayaan Pancasila.
c).Membina kerukunan hidup umat beragama.
d).Meningkatkan ketaatan pada Hukum, Moral, dan Agama.
e).Meningkatkan kemampuan berpikir rasional dan kritis.
f).Meningkatkan patriotisme dan kesetiakawanan sosial.


D.    TINJAUAN TENTANG SIFAT DASAR PANCASILA
            Secara yuridis-konstitusional, Pancasila adalah dasar negara. Namun secara multidimensional, ia memiliki berbagai sebutan (fungsi/ posisi) yang sesuai pula dengan esensi dan eksistensinya sebagai kristalisasi nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Karena itu Pancasila sering disebut dan dipahami sebagai:
1 ) Jiwa Bangsa Indonesia;
2 ) Kepribadian Bangsa Indonesia;
3 ) Pandangan Hidup Bangsa Indonesia;
4 ) Dasar Negara Republik Indonesia;
5 ) Sumber Hukum atau Sumber Tertib Hukum bagi Negara Republik Indonesia;
6 ) Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia pada waktu mendirikan Negara;
7 ) Cita-cita dan Tujuan Bangsa Indonesia;
8 ) Filsafat Hidup yang mempersatukan Bangsa Indonesia.
            Sebutan yang beraneka ragam itu mencerminkan kenyataan bahwa Pancasila adalah dasar negara yang bersifat terbuka. Pancasila tidak bersifat kaku (rigid), melainkan luwes karena mengandung nilai-nilai universal yang praktis (tidak utopis) serta bersumber pada nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Maka keanekaragaman fungsi Pancasila tersebut merupakan konsekuensi logis dari esensinya sebagai satu kesatuan sistem filsafat (philosophical way of thinking) milik sendiri yang dipilih oleh bangsa Indonesia untuk dijadikan dasar negara (dasar filsafat negara atau philosophische gronslaag negara dan atau ideologi negara/ staatside).
            Meskipun demikian, dalam tugas dan kewajiban luhur melaksanakan serta mengamankan Pancasila sebagai dasar negara itu, kita perlu mewaspadai kemungkinan berjangkitnya pengertian yang sesat mengenai Pancasila yang direkayasa demi kepentingan pribadi dan atau golongan tertentu yang justru dapat mengaburkan fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara. Karena itu tepatlah yang dianjurkan Darji Darmodihardjo berdasarkan pengalaman sejarah bangsa dan negara kita, yaitu bahwa dalam mencari kebenaran Pancasila sebagai philosophical way of thinking atau philosophical system tidaklah perlu sampai menimbulkan pertentangan dan persengketaan apalagi perpecahan.
            Pancasila diharapkan tidak dimengerti melulu sebagai indoktrinasi yang bersifat imperatif karena fungsi pokoknya, tetapi yang juga perlu diintenalisasi ke dalam batin setiap dan seluruh warga negara Indonesia karena fungsi penyertanya yang justru merupakan sumber Pancasila sebagai dasar negara.
            Dipandang dari segi hukum, kedudukan dan fungsi dasar negara dalam pengertian yuridis-ketatanegaraan sebenarnya sudah sangat kuat karena pelaksanaan dan pengamalannya sudah terkandung pula di dalamnya. Tetapi tidak demikian halnya dengan Pancasila secara multidimensional.
            Sebagaimana kita ketahui dari sejarah kelahirannya, Pancasila digali dari sosio-budaya Indonesia, baik secara perorangan maupun kolektif, kemudian ditetapkan secara implisit sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945. Mengenai kekokohan Pancasila yang bersifat kekal-abadi (Pancasila dalam arti statis sebagai dasar negara).
Ir. Soekarno mengatakan: Sudah jelas, kalau kita mau mencari suatu dasar yang statis, maka dasar yang statis itu haruslah terdiri dari elemen-elemen yang ada jiwa Indonesia”.
            Namun Pancasila bukanlah dasar negara yang hanya bersifat statis, melainkan dinamis karena ia pun menjadi pandangan hidup, filsafat bangsa, ideologi nasional, kepribadian bangsa, sumber dari segala sumber tertib hukum, tujuan negara, perjanjian luhur bangsa Indonesia, yang menuntut pelaksanaan dan pengamanannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam praksis kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, peranan atau implementasi Pancasila secara multidimensional itu dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
·         Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi dasar/ tumpuan dan tata cara penyelenggaraan negara dalam usaha mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia.
·         Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila menghidupi dan dihidupi oleh bangsa Indonesia dalam seluruh rangkaian yang bulat dan utuh tentang segala pola pikir, karsa dan karyanya terhadap ada dan keberadaan sebagai manusia Indonesia, baik secara individual maupun sosial. Pancasila merupakan pegangan hidup yang memberikan arah sekaligus isi dan landasan yang kokoh untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia.
·         Sebagai filsafat bangsa, Pancasila merupakan hasil proses berpikir yang menyeluruh dan mendalam mengenai hakikat diri bangsa Indonesia, sehingga merupakan pilihan yang tepat dan satu-satunya untuk bertingkah laku sebagai manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai budaya bangsa yang terkandung dalam Pancasila telah menjadi etika normatif, berlaku umum, azasi dan fundamental, yang senantiasa ditumbuhkembangkan dalam proses mengada dan menjadi manusia Indonesia seutuhnya.
·         Sebagai ideologi nasional, Pancasila tidak hanya mengatur hubungan antarmanusia Indonesia, namun telah menjadi cita-cita politik dalam dan luar negeri serta pedoman pencapaian tujuan nasional yang diyakini oleh seluruh bangsa Indonesia.
·         Sebagai kepribadian bangsa, Pancasila merupakan pilihan unik yang paling tepat bagi bangsa Indonesia, karena merupakan cermin sosio-budaya bangsa Indonesia sendiri sejak adanya di bumi Nusantara. Secara integral, Pancasila adalah meterai yang khas Indonesia.
·         Sebagai sumber dari segala sumber tertib hukum, Pancasila menempati kedudukan tertinggi dalam tata perundang-undangan negara Republik Indonesia. Segala peraturan, undang-undang, hukum positif harus bersumber dan ditujukan demi terlaksananya (sekaligus pengamanan) Pancasila.
·         Sebagai tujuan negara, Pancasila nyata perannya, karena pemenuhan nilai-nilai Pancasila itu melekat erat dengan perjuangan bangsa dan negara Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 hingga kini dan di masa depan. Pola pembangunan nasional semestinya menunjukkan tekad bangsa dan negara Indonesia untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
·         Sebagai perjanjian luhur, karena Pancasila digali dari sosio-budaya bangsa Indonesia sendiri, disepakati bersama oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai milik yang harus diamankan dan dilestarikan. Pewarisan nilai-nilai Pancasila kepada generasi penerus adalah kewajiban moral seluruh bangsa Indonesia. Melalaikannya berarti mengingkari perjanjian luhur itu dan dengan demikian juga mengingkari hakikat dan harkat diri kita sebagai manusia.

E.     TINJAUAN TENTANG SIFAT DASAR PANCASILA
Arti dan Makna Sila Ketuhanan yang Maha Esa
1.      Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan YME
2.      Menjamin penduduk untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya.
3.      Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
4.      Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
5.      Bertoleransi dalam beragama, ditekankan dalam beribadah menurut agamanya masing-masing.
6.      Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.
Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
1.      Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan
2.      Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.
3.      Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah.
Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia
1.      Nasionalisme.
2.      Cinta bangsa dan tanah air.
3.      Menggalang persatuan dan kesatuan Indonesia.
4.      Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan warna kulit.
5.      Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
1.      Hakikat sila ini adalah demokrasi.
2.      Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama.
3.      Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama.
Arti dan Makna Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1.      Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat.
2.      Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama menurut potensi masing-masing.
3.      Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangnya.

F.       KEWASPADAAN NASIONAL DALAM PENCAPAIAN TUJUAN NEGARA, KESEJAHTERAAN MAUPUN DASAR HANKAMNAS
            Kewaspadaan nasional dalam mencapai tujuan nasional meliputi berbagai bidang, di antaranya sebagai berikut.

a. Bidang Ideologi
            Kita harus selalu waspada terhadap masuknya ideologi asing yang mungkin akan menggoyahkan ideologi nasional bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Pancasila merupakan ideologi terbuka, namun tetap menolak nilai-nilai ideologi asing yang bertentangan dengan intisari nilai dasar Pancasila.

b. Bidang Politik
            Bangsa Indonesia harus waspada terhadap nilai-nilai asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945 untuk mengatur kehidupan bangsa dan negara. Contohnya, kemungkinan masuknya nilai-nilai demokrasi liberal maupun demokrasi sosialis.

c. Bidang Sosial dan Budaya
            Bangsa Indonesia harus selalu waspada terhadap masuknya nilai-nilai sosial dan budaya yang tidak sesuai dengan nilai sosial budaya bangsa Indonesia. Kita harus selalu berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila sebagai filternya.

d. Bidang Ekonomi
            Kita harus waspada terhadap sistem ekonomi yang tidak sesuai dengan sistem ekonomi Indonesia seperti yang ditegaskan dalam UUD 1945 maupun dalam Tap. MPR No. XV l/M PR/l 998 tentang: , Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.


e. Bidang Pertahanan dan Keamanan
            Kita harus waspada terhadap usaha-usaha yang mengancam pertahanan dan keamanan bangsa, baik dari dalam maupun dari luar negeri.

            Kesimpulannya, kita harus meningkatkan kewaspadaan Nasional terhadap upaya-upaya untuk menggantikan Pancasila dengan Ideologi yang lain, karena Pancasila sudah teruji sebagai Ideologi yang paling cocok untuk dijadikan sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia yang sangat plural. Kita perlu mawas diri, bahkan kita harus mampu bertindak selaku perekat Bangsa dan membantu menciptakan kondisi yang kondusif untuk mengembalikan jati diri bangsa Indonesia yang cinta damai dan sangat religius.



















BAB III
PENUTUP


Nasional dalam mengamalkan Pancasila, karena Pancasila digali dari sosio-budaya bangsa Indonesia sendiri, disepakati bersama oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai milik yang harus diamankan dan dilestarikan. Pewarisan nilai-nilai Pancasila kepada generasi penerus adalah kewajiban moral seluruh bangsa Indonesia. Melalaikannya berarti mengingkari perjanjian luhur itu dan dengan demikian juga mengingkari hakikat dan harkat diri kita sebagai manusia.
Dan dengan adanya ciri-ciri dan sifat-sifat utama yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia menjadikannya makhluk yang terpilih diantara lainnya untuk mengamalkan Pancasila secara Nasional di Indonesia untuk dapat meneruskan,melestarikan,dan memanfaatkan segala apa yang telah Allah ciptakan di alam ini dengan sebaik-baiknya.
Tugas utama dalam mengamalkan Pancasila adalah mberikan teladan yang baik kepada Seluruh lapisan masyarakat dan diri kita sendiri. Semua yang kita lakukan dengan bentuk beraneka ragam itu akan kembali kepada kita dan bukan untuk siapa-siapa.Patuh kepada Allah SWT,menjadi khalifah,melaksanakan ibadah,dan hal-hal lainnya dari hal besar sampai hal kecil yang termasuk mengamalkan adalah bukan sesuatu yang ringan yang bisa dikerjakan dengan cara bermain-main terlebih apabila seseorang sampai mengingkarinya.Perlu usaha yang keras,dan semangat yang kuat ketika Semangat dalam hati melemah,dan pertanggungjawaban yang besar dari diri kita kelak di hari Pembalasan nanti atas segala apa yang telah kita lakukan di dunia,





DAFTAR PUSTAKA –


 

Home | Blogging Tips | Blogspot HTML | Make Money | Payment | PTC Review

ABI HABUDIN © Template Design by Abi Habudin | Publisher : Templatemu