KATA
PENGANTAR
Memanjatkan puji
syukur kepada Allah SWT, karena atas berkah dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini, yang berjudul Kewaspadaan
Nasional dalam mengamalkan Pancasila, beserta Komponennya dengan harapan
kita sebagai manusia dapat mengetahui, serta memahami potensi-potensi Kewaspadaan Nasional dalam mengamalkan Pancasila
menurut para ahli dan para pakar . Dan juga saya tidak lupa mengucapkan terima
kasih kepada pihak yan telah mendukung dalam pembuatan makalah ini.
Penulis sadar
makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik maupun saran
diharapkan dapat diberikan kepada pembaca untuk lebih menyempurnakan makalah
ini semoga ada manfaatnya.. Terima kasih.
Jakarta, 7 November 2012
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Kewaspadaan Nasional dalam mengamalkan Pancasiladalam
mengamalkan Pancasila
Kewaspadaan Nasional dalam mengamalkan Pancasila
Kewaspadaan Nasional dalam mengamalkan PancasilaKewaspadaan Nasional dalam mengamalkan PancasilaKewaspadaan Nasional dalam mengamalkan Pancasila
Kewaspadaan Nasional dalam mengamalkan Pancasiladalam mengamalkan Pancasila
DAFTAR ISI
BAB
I.
PENDAHULUAN...................................................................................................... 2
Latar
belakang Masalah ...........................................................................................................
2
BAB
II. PEMBAHASAN ....................................................................................................... 4
BAB III PENUTUP
............................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
........................................................................................................... 15
BAB
II
PEMBAHASAN
A. TINJAUAN PANCASILA DARI BERBAGAI
SEGI
Mempelajari
Pancasila sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa
Indonesia adalah kewajiban moral seluruh warga negara Indonesia. Pancasila yang benar dan
sah (otentik) adalah yang tercantum dalam
alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hal itu ditegaskan melalui
Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968, tanggal 13 April 1968. Penegasan
tersebut diperlukan untuk menghindari tata urutan atau rumusan sistematik yang
berbeda, yang dapat menimbulkan kerancuan pendapat dalam memberikan isi
Pancasila yang benar dan sesungguhnya.
Dalam
rangka mempelajari Pancasila, Laboratorium Pancasila IKIP Malang (1986:9-14)
menyarankan dua pendekatan yang semestinya dilakukan untuk memperoleh pemahaman
secara utuh dan menyeluruh mengenai Pancasila. Pendekatan tersebut adalah
pendekatan yuridis-konstitusional dan pendekatan komprehensif.
Pendekatan
yuridis-konstitusional diperlukan guna meningkatkan kesadaran akan peranan
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, dan karenanya mengikat
seluruh bangsa dan negara Indonesia untuk melaksanakannya. Pelaksanaan
Pancasila mengandaikan tumbuh dan berkembangnya pengertian, penghayatan dan
pengamalannya dalam keseharian hidup kita secara individual maupun sosial
selaku warga negara Indonesia.
Pendekatan
komprehensif diperlukan untuk memahami aneka fungsi dan kedudukan Pancasila
yang didasarkan pada nilai historis dan yuridis-konstitusional Pancasila:
sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya dan pandangan
hidup bangsa Indonesia. Telaah tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa
selain merupakan philosphische
grondslaag (Bld), dasar filsafat negara Republik Indonesia,
Pancasila pun merupakan satu kesatuan sistem filsafat bangsa atau pandangan
hidup bangsa (Ing: way of life; Jer: weltanschauung). Maka tinjauan
historis dan filosofis juga dipilih untuk memperoleh pemahaman yang mengarah
pada hakikat nilai-nilai budaya bangsa yang dikandung Pancasila sebagai suatu
sistem filsafat. Pancasila adalah keniscayaan sejarah yang dinamis dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kendati demikian, tinjauan
filosofis tidak hendak mengabaikan sumbangan budi-nurani terhadap aspek-aspek
religius dalam Pancasila (Lapasila, 1986:13-14): Dengan tercantumnya Ketuhanan
yang mahaesa sebagai sila pertama dalam Pancasila, Pancasila sebenarnya telah membentuk
dirinya sendiri sebagai suatu ruang lingkup filsafat dan religi.
Karena
hanya sistem filsafat dan religi yang mempunyai ruang lingkup pembahasan
tentang Ketuhanan yang mahaesa. Dengan demikian secara inheren Pancasila
mengandung watak filosofis dan aspek-aspek religius, sehingga pendekatan
filosofis dan religius adalah konsekuensi dari essensia Pancasila sendiri yang
mengandung unsur filsafat dan aspek religius. Karenanya, cara pembahasan yang
terbatas pada bidang ilmiah semata-mata belum relevan dengan Pancasila
Pancasila, tidaklah ringan, tanpa
masalah. Namun, perjuangan dan pengorbanan yang demikian besarnya dari para perintis
dan pahlawan kemerdekaan demi kepentingan bangsa dan negara yang sesuai bagi
bangsa kita yang majemuk ini, ternyata dikesampingkan begitu saja oleh kelompok
masyarakat yang tergabung, antara lain, dalam PKI, DI/TII, PRRI- Permesta, dan
berbagai bentuk gerakan lainnya. Kelompok-kelompok inilah telah melakukan
pemberontakan dalam rangka memecah belah persatuan bangsa dengan maksud
mengubah Republik Kesatuan menjadi negara federasi atau hendak menggantikan
Pancasila dengan ideoligi yang lain.
Sikap permusuhan yang diwujudkan dalam
pemberontakan tersebut jelaslah menunjukkan tidak adanya kesadaran nasional dan
rasa keterlibatan mereka dalam kehidupan bersama sebagai satu bangsa,
sebagaimana telah diikrarkan dalam Sumpah Pemuda, dan diangkat sebagai nilai
dasar dalam ideologi negara Pancasila. Maka, dalam rangka mencegah timbulnya
kembali perpecahan dan pemberontakan di kelak kemudian hari, demikian pula
dalam menumbuhkan kesadaran dan keterlibatan sosial seluruh bangsa dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, perlu diadakan usaha-usaha untuk
memahami dan menghayati makna Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan
hidup bangsa beserta konsekuensinya; kemudian bagaimana penuangannya ke dalam
UUD 1945 untuk mengatur kehidupan masyarakat melalui pranata-pranata sosial dan
sistem kenegaraan yang meliputi seluruh kepulauan Nusantara; dan juga bagaimana
mewujudkannya secara nyata dan operasional ke dalam pembangunan nasional, yang
direncanakan secara bertahap, serta pelaksanaannya dalam PJP I dan II sekarang
ini.
Namun, perlu disadari bahwa langkah dan
proses itu terjadi tidak secara otomatis dan maksimal. Masyarakat dan bangsa
Indonesia adalah makhluk insani yang dilengkapi dengan kemampuan pikiran,
efeksi, dan kehendak bebas. Kemampuan-kemampuan itu sangat berperan dan bahkan
menentukan. Oleh karena itu, terjadilah langkah dan proses yang baik dan benar
sebagaimana telah dilihat dan diinginkan. Namun, terjadi pula kekurangan,
kesalahan, dan penyelewengan, baik itu terlaksana secara sadar maupun tidak.
Maka, agar tidak terjadi kesalahan dan penyelewengan, pelu ada kewaspadaan;
waspada dalam berpikir dan bersikap; waspada dalam mengatur pergaulan dan
interaksi sosial; waspada dalam menjalankan langkah-langkah untuk mewujudkan
cita-cita bangsa.
B.
HAKIKAT
KEWASPADAAN NASIONAL
Kewaspadaan adalah merupakan manifestasi aktual dari kemampuan intelektual manusia dengan sadar untuk menentukan sikapnya terhadap masalah yang dihadapi dan mengambil keputusan sebagai pilihannya yang baik dan benar. Dengan demikian, kewaspadaan nasional berarti kesadaran dan kesiagaan bangsa untuk melihat dengan tajam dan teliti masalah yang dihadapi secara nasional, baik dalam bentuk kerawanan, gangguan, hambatan, ataupun tantangan serta mampu menemukan peluang yang terbuka sehingga dapat mengambil keputusan dan sikap yang benar dan baik bagi keselamatan, kelestarian dan kepentingan bangsa dan negara. Dengan demikian, terbuka peluang yang makin besar bagi bangsa dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang melibatkan segala aspek kehidupan bangsa dan dengan demikian membentuk dan memiliki suatu kekuatan yang real dan efektif, yang berupa kemampuan dan ketangguhan bangsa untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Kondisi bangsa yang dimaksud itu adalah ketahanan nasional
yang pada hakikatnya bersifat dinamis dan merupakan wujud yang integral dari
aspek-aspek kehidupan bangsa, yaitu ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya,
dan pertahanan dan keamanan.
Kewaspadaan nasional sangat erat
hubungannya dengan ketahanan nasional. Sehubungan dengan ketahanan nasional,
dalam, GBHN 1998, ditegaskai sebagai berikut,
a. Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis yang merupakan integrasi dari kondisi tiap aspek kehidupan bangsa dan negara. Pada hakikatnya, ketahanan nasional adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan -hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara. Berhasilnya pembangunan nasional akan meningkatkan ketahanan nasional. Selanjutnya ketahanan nasional yang tangguh akan lebih mendorong pembangunan nasional.
b. Ketahanan Nasional meliputi ketahanan ideologi; ketahanan politik, ketahanan ekonomi, ketahanan sosial budaya, serta ketahanan pertahanan dan keamanan
a. Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis yang merupakan integrasi dari kondisi tiap aspek kehidupan bangsa dan negara. Pada hakikatnya, ketahanan nasional adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan -hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara. Berhasilnya pembangunan nasional akan meningkatkan ketahanan nasional. Selanjutnya ketahanan nasional yang tangguh akan lebih mendorong pembangunan nasional.
b. Ketahanan Nasional meliputi ketahanan ideologi; ketahanan politik, ketahanan ekonomi, ketahanan sosial budaya, serta ketahanan pertahanan dan keamanan
C. KEWASPADAAN DALAM MENGAMALKAN
PANCASILA
Dalam kondisi bangsa dan negara yang sedang melakukan reformasi ini maka banyak Ancaman, Gangguan, Hambatan serta Tantangan yang harus diwaspadai oleh bangsa Indonesia.
1.
Cara
Berpikir dan Mentalitas yang Perlu Diwaspadai
Berbagai sikap dan cara hidup dalam bermasyarakat yang perlu diwaspadai yang menimbulkan berbagai kerawanan antara lain sebagai berikut :
a).Sikap
Materialistis
Sikap menghargai materi adalah baik, akan tetapi mendewakan materi dengan menganggapnya sebagai ukuran dasar untuk menilai makna hidup adalah bertentangan dengan nilai pancasila dan mengakibatkan manusia cenderung serakah. Hal yang demikian ini mengakibatkan sikap yang tidak peka terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan terutama terhadap nilai-nilai ketuhanan.
Sikap menghargai materi adalah baik, akan tetapi mendewakan materi dengan menganggapnya sebagai ukuran dasar untuk menilai makna hidup adalah bertentangan dengan nilai pancasila dan mengakibatkan manusia cenderung serakah. Hal yang demikian ini mengakibatkan sikap yang tidak peka terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan terutama terhadap nilai-nilai ketuhanan.
b).Mentalitas
yang Berorientasi pada kekuatan dan Kekerasan
Mentalitas ini tercermin dalam perilaku yang midah mengambil sikap atau tindakan kekerasan sebagai cara menangani masalah yang dihadapinya. Bagi aparatur negara atau penyelenggara negara, ikap yang demikian ini jelas tidak demokratis dan mencerminkan tindakan negara kekuasaan dan bukan negara hukum. Hal yang demikian ini menunjukkan kemiskinanan budaya serta membahayakan masyarakat.
Mentalitas ini tercermin dalam perilaku yang midah mengambil sikap atau tindakan kekerasan sebagai cara menangani masalah yang dihadapinya. Bagi aparatur negara atau penyelenggara negara, ikap yang demikian ini jelas tidak demokratis dan mencerminkan tindakan negara kekuasaan dan bukan negara hukum. Hal yang demikian ini menunjukkan kemiskinanan budaya serta membahayakan masyarakat.
c).Sikap
yang Formalistis
Kalaupun sikap ini nampaknya mematuhi peraturan, namun pada dasarnya tidak dapat menghargai makna peraturan dan cenderung menyalahgunakannya. Sikap ini menjadi lemah dan tidak kukuh dalam pendirian. Konsekuensinya mudah terjerumus dalam kemunafikan.
Kalaupun sikap ini nampaknya mematuhi peraturan, namun pada dasarnya tidak dapat menghargai makna peraturan dan cenderung menyalahgunakannya. Sikap ini menjadi lemah dan tidak kukuh dalam pendirian. Konsekuensinya mudah terjerumus dalam kemunafikan.
d).
Sikap yang Primordial
Sikap primordial adalah sikap yang sempit dan isolatif serta hanya mengutamakan kepentingan asal-usul kelompok seperti marga, ras, suku, golongan, daerah, maupun agama. Primordilalisme sebagai sikap yang mementingkan persepsi, pandangan dan kepentingan kelompok ikatan lama, antara lain mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
Sikap primordial adalah sikap yang sempit dan isolatif serta hanya mengutamakan kepentingan asal-usul kelompok seperti marga, ras, suku, golongan, daerah, maupun agama. Primordilalisme sebagai sikap yang mementingkan persepsi, pandangan dan kepentingan kelompok ikatan lama, antara lain mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
·
Mempersempit moralitas pengakuan terhadap kesamaan harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta membatasi hanya
kepada kelompok saja.
·
Melunturkan wawasan kebangsaan serta persatuan dan kesatuan
bangsa.
·
Mempersulit upaya pencapaian konsensus nasional dan loyalitas
bersama sebagai suatu bangsa.
·
Cenderung mengingkari keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2.
Sumber Ancaman Gangguan, Hambatan dan Tantangan
a).
Komunisme
Pelopor aliran Komunisme adalah Karl Marx abad 19, yang beraliran sosialis radikal. Ajaran Marx tersebut Marxisme dikembangkan oleh Lenin menjadi Marxisme-Leninisme, yang kemudian juga oleh Stalin dijadikan dasar ideologi negara komunis. Pokok komunisme yang bertentangan dengan pancasila antara lain sebagai berikut :
Pelopor aliran Komunisme adalah Karl Marx abad 19, yang beraliran sosialis radikal. Ajaran Marx tersebut Marxisme dikembangkan oleh Lenin menjadi Marxisme-Leninisme, yang kemudian juga oleh Stalin dijadikan dasar ideologi negara komunis. Pokok komunisme yang bertentangan dengan pancasila antara lain sebagai berikut :
·
Ajaran komunisme bersifat atheis, karena ajaran komunisme
didasarkan atas kebendaan, maka ajaran komunisme tidak percaya adanya Tuhan.
·
Komunisme adalah internasionalisme, yaitu prinsipnya
masyarakat komunis adalah masyarakat komunis dunia yang tidak dibatasi oleh
kesadaran nasional. Maka komunisme menghendaki masyarakat tanpa nasionalisme,
hal ini bertentangan dengan sila persatuan Indonesia.
·
Komunisme membangun negara berdasarkan kelas. Adapaun
ciri-ciri kahs yang diterapkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia
adalah sebagai berikut :
ü
Menciptakan situasi konflik dengan mengadu domba beberapa
pihak tertentu (pertentangan kelas)
ü
Menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
ü
Bilamana golongan komunis telah merasa kuat dalam masyarakat
maka akanmengadakan pemberontakan untuk menguasai negara.
b).
Liberalisme
Ajaran liberalisme bertitik tolak dari paham individualisme yang mendasarkan pada hak dan kebebasan individu yang melekat pada manusia sejak lahir dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk penguasa kecuali dengan persetujuannya. Kemudian pada abad 19 individualisme mengembangkan kapitalisme yang eksploitatif, penguasaan atas alat produksi oleh para kapitalis dan pemerasan atas buruh, walaupun kemudian berangsur-angsur melakukan perbaikan atas nasib buruh.
Ajaran liberalisme bertitik tolak dari paham individualisme yang mendasarkan pada hak dan kebebasan individu yang melekat pada manusia sejak lahir dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk penguasa kecuali dengan persetujuannya. Kemudian pada abad 19 individualisme mengembangkan kapitalisme yang eksploitatif, penguasaan atas alat produksi oleh para kapitalis dan pemerasan atas buruh, walaupun kemudian berangsur-angsur melakukan perbaikan atas nasib buruh.
c).
Fasisme dan militerisme
Fasisme pada dasarnya mendambakan suatu negara yang kuat, dengan pemusatan kekuasaan yang tunggal denganmembangun orientasi nasionalisme eksklusif dengan mengandalkan kekuatan militer sehingga menganggap rendah harkat dan martabat bangsa serta manusia lain. Paham ini jelas bertentangan dengan pancasila yang Berketuhanan yang maha Esa, Berkemanusiaan, Berpersatuan Berkerakyatan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Fasisme pada dasarnya mendambakan suatu negara yang kuat, dengan pemusatan kekuasaan yang tunggal denganmembangun orientasi nasionalisme eksklusif dengan mengandalkan kekuatan militer sehingga menganggap rendah harkat dan martabat bangsa serta manusia lain. Paham ini jelas bertentangan dengan pancasila yang Berketuhanan yang maha Esa, Berkemanusiaan, Berpersatuan Berkerakyatan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
d).
Pragmatisme
Pragmatisme adalah suatu paham yang hanya menghargai manfaat atau guna secara praktis sebagai hasil akhir, dan bukan prinsip-prinsip yang mendasari usaha untuk memetik manfaat dan memberikan hasil. Jadi dalam kaitannya dengan Pancasila maka Pragmatisme pada hakikatnya adalah anti ideologi, karena ideologi adalah tidak ada manfaatnya.
Pragmatisme adalah suatu paham yang hanya menghargai manfaat atau guna secara praktis sebagai hasil akhir, dan bukan prinsip-prinsip yang mendasari usaha untuk memetik manfaat dan memberikan hasil. Jadi dalam kaitannya dengan Pancasila maka Pragmatisme pada hakikatnya adalah anti ideologi, karena ideologi adalah tidak ada manfaatnya.
3.
Penanggulangan dan Pencegahan
Untuk menanggulangi kerawanan dan AGHT tersebut maka dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :
a).Berpikir integralistik .
b).Meningkatkan pemasyarakatan dan pembudayaan Pancasila.
c).Membina kerukunan hidup umat beragama.
d).Meningkatkan ketaatan pada Hukum, Moral, dan Agama.
e).Meningkatkan kemampuan berpikir rasional dan kritis.
f).Meningkatkan patriotisme dan kesetiakawanan sosial.
D.
TINJAUAN TENTANG
SIFAT DASAR PANCASILA
Secara
yuridis-konstitusional, Pancasila adalah dasar negara. Namun secara
multidimensional, ia memiliki berbagai sebutan (fungsi/ posisi) yang sesuai
pula dengan esensi dan eksistensinya sebagai kristalisasi nilai-nilai budaya
dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Karena itu Pancasila sering disebut dan
dipahami sebagai:
1 ) Jiwa
Bangsa Indonesia;
2 )
Kepribadian Bangsa Indonesia;
3 )
Pandangan Hidup Bangsa Indonesia;
4 ) Dasar
Negara Republik Indonesia;
5 ) Sumber
Hukum atau Sumber Tertib Hukum bagi Negara Republik Indonesia;
6 )
Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia pada waktu mendirikan Negara;
7 )
Cita-cita dan Tujuan Bangsa Indonesia;
8 ) Filsafat
Hidup yang mempersatukan Bangsa Indonesia.
Sebutan
yang beraneka ragam itu mencerminkan kenyataan bahwa Pancasila adalah dasar
negara yang bersifat terbuka. Pancasila tidak bersifat kaku (rigid), melainkan
luwes karena mengandung nilai-nilai universal yang praktis (tidak utopis) serta
bersumber pada nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Maka
keanekaragaman fungsi Pancasila tersebut merupakan konsekuensi logis dari
esensinya sebagai satu kesatuan sistem filsafat (philosophical way of thinking)
milik sendiri yang dipilih oleh bangsa Indonesia untuk dijadikan dasar negara
(dasar filsafat negara atau philosophische gronslaag negara dan atau ideologi
negara/ staatside).
Meskipun
demikian, dalam tugas dan kewajiban luhur melaksanakan serta mengamankan Pancasila
sebagai dasar negara itu, kita perlu mewaspadai kemungkinan berjangkitnya
pengertian yang sesat mengenai Pancasila yang direkayasa demi kepentingan
pribadi dan atau golongan tertentu yang justru dapat mengaburkan fungsi pokok
Pancasila sebagai dasar negara. Karena itu tepatlah yang dianjurkan Darji
Darmodihardjo berdasarkan pengalaman sejarah bangsa dan negara kita,
yaitu bahwa dalam mencari kebenaran Pancasila sebagai philosophical way of thinking
atau philosophical
system tidaklah perlu sampai menimbulkan pertentangan dan
persengketaan apalagi perpecahan.
Pancasila
diharapkan tidak dimengerti melulu sebagai indoktrinasi yang bersifat imperatif
karena fungsi pokoknya, tetapi yang juga perlu diintenalisasi ke dalam batin
setiap dan seluruh warga negara Indonesia karena fungsi penyertanya yang justru
merupakan sumber Pancasila sebagai dasar negara.
Dipandang
dari segi hukum, kedudukan dan fungsi dasar negara dalam pengertian
yuridis-ketatanegaraan sebenarnya sudah sangat kuat karena pelaksanaan dan pengamalannya
sudah terkandung pula di dalamnya. Tetapi tidak demikian halnya dengan
Pancasila secara multidimensional.
Sebagaimana
kita ketahui dari sejarah kelahirannya, Pancasila digali dari sosio-budaya
Indonesia, baik secara perorangan maupun kolektif, kemudian ditetapkan secara
implisit sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945. Mengenai kekokohan
Pancasila yang bersifat kekal-abadi (Pancasila dalam arti statis sebagai dasar
negara).
Ir. Soekarno mengatakan: “Sudah jelas,
kalau kita mau mencari suatu dasar yang statis, maka dasar yang statis itu
haruslah terdiri dari elemen-elemen yang ada jiwa Indonesia”.
Namun
Pancasila bukanlah dasar negara yang hanya bersifat statis, melainkan dinamis
karena ia pun menjadi pandangan hidup, filsafat bangsa, ideologi nasional,
kepribadian bangsa, sumber dari segala sumber tertib hukum, tujuan negara,
perjanjian luhur bangsa Indonesia, yang menuntut pelaksanaan dan pengamanannya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam praksis kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, peranan atau implementasi Pancasila
secara multidimensional itu dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
·
Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi dasar/ tumpuan dan tata cara penyelenggaraan negara
dalam usaha mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia.
·
Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila menghidupi dan dihidupi oleh bangsa
Indonesia dalam seluruh rangkaian yang bulat dan utuh tentang segala pola
pikir, karsa dan karyanya terhadap ada dan keberadaan sebagai manusia
Indonesia, baik secara individual maupun sosial. Pancasila merupakan pegangan
hidup yang memberikan arah sekaligus isi dan landasan yang kokoh untuk mencapai
cita-cita bangsa Indonesia.
·
Sebagai filsafat bangsa, Pancasila merupakan hasil proses berpikir yang menyeluruh dan mendalam
mengenai hakikat diri bangsa Indonesia, sehingga merupakan pilihan yang tepat
dan satu-satunya untuk bertingkah laku sebagai manusia Indonesia dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai budaya bangsa
yang terkandung dalam Pancasila telah menjadi etika normatif, berlaku umum,
azasi dan fundamental, yang senantiasa ditumbuhkembangkan dalam proses mengada
dan menjadi manusia Indonesia seutuhnya.
·
Sebagai ideologi nasional, Pancasila tidak hanya mengatur hubungan antarmanusia
Indonesia, namun telah menjadi cita-cita politik dalam dan luar negeri serta
pedoman pencapaian tujuan nasional yang diyakini oleh seluruh bangsa Indonesia.
·
Sebagai kepribadian bangsa, Pancasila merupakan pilihan unik yang paling tepat
bagi bangsa Indonesia, karena merupakan cermin sosio-budaya bangsa Indonesia
sendiri sejak adanya di bumi Nusantara. Secara integral, Pancasila adalah
meterai yang khas Indonesia.
·
Sebagai sumber dari segala sumber tertib hukum, Pancasila menempati kedudukan
tertinggi dalam tata perundang-undangan negara Republik Indonesia. Segala
peraturan, undang-undang, hukum positif harus bersumber dan ditujukan demi
terlaksananya (sekaligus pengamanan) Pancasila.
·
Sebagai tujuan negara, Pancasila nyata perannya, karena pemenuhan nilai-nilai Pancasila itu
melekat erat dengan perjuangan bangsa dan negara Indonesia sejak Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 hingga kini dan di masa depan. Pola pembangunan
nasional semestinya menunjukkan tekad bangsa dan negara Indonesia untuk
mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
·
Sebagai perjanjian luhur, karena Pancasila digali dari sosio-budaya bangsa
Indonesia sendiri, disepakati bersama oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai
milik yang harus diamankan dan dilestarikan. Pewarisan nilai-nilai Pancasila
kepada generasi penerus adalah kewajiban moral seluruh bangsa Indonesia.
Melalaikannya berarti mengingkari perjanjian luhur itu dan dengan demikian juga
mengingkari hakikat dan harkat diri kita sebagai manusia.
E.
TINJAUAN TENTANG
SIFAT DASAR PANCASILA
Arti dan
Makna Sila Ketuhanan yang Maha Esa
1. Mengandung arti pengakuan adanya
kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan YME
2. Menjamin penduduk untuk memeluk
agama dan beribadah menurut agamanya.
3. Tidak memaksa warga negara untuk
beragama.
4. Menjamin berkembang dan tumbuh
suburnya kehidupan beragama.
5. Bertoleransi dalam beragama,
ditekankan dalam beribadah menurut agamanya masing-masing.
6. Negara memberi fasilitator bagi
tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan mediator ketika terjadi
konflik agama.
Arti dan
Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
1.
Menempatkan
manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan
2. Menjunjung tinggi kemerdekaan
sebagai hak segala bangsa.
3. Mewujudkan keadilan dan peradaban
yang tidak lemah.
Arti dan
Makna Sila Persatuan Indonesia
1. Nasionalisme.
2. Cinta bangsa dan tanah air.
3. Menggalang persatuan dan kesatuan
Indonesia.
4. Menghilangkan penonjolan kekuatan
atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan warna kulit.
5. Menumbuhkan rasa senasib dan
sepenanggungan.
Arti dan
Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan
1. Hakikat sila ini adalah demokrasi.
2. Permusyawaratan, artinya
mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan
bersama.
3. Dalam melaksanakan keputusan
diperlukan kejujuran bersama.
Arti dan
Makna Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1. Kemakmuran yang merata bagi seluruh
rakyat dalam arti dinamis dan meningkat.
2. Seluruh kekayaan alam dan sebagainya
dipergunakan bagi kebahagiaan bersama menurut potensi masing-masing.
3. Melindungi yang lemah agar kelompok
warga masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangnya.
F.
KEWASPADAAN NASIONAL DALAM PENCAPAIAN TUJUAN NEGARA,
KESEJAHTERAAN MAUPUN DASAR HANKAMNAS
Kewaspadaan nasional dalam mencapai
tujuan nasional meliputi berbagai bidang, di antaranya sebagai berikut.
a. Bidang Ideologi
Kita harus selalu waspada terhadap masuknya ideologi asing yang mungkin akan menggoyahkan ideologi nasional bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Pancasila merupakan ideologi terbuka, namun tetap menolak nilai-nilai ideologi asing yang bertentangan dengan intisari nilai dasar Pancasila.
a. Bidang Ideologi
Kita harus selalu waspada terhadap masuknya ideologi asing yang mungkin akan menggoyahkan ideologi nasional bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Pancasila merupakan ideologi terbuka, namun tetap menolak nilai-nilai ideologi asing yang bertentangan dengan intisari nilai dasar Pancasila.
b. Bidang Politik
Bangsa Indonesia harus waspada terhadap nilai-nilai asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945 untuk mengatur kehidupan bangsa dan negara. Contohnya, kemungkinan masuknya nilai-nilai demokrasi liberal maupun demokrasi sosialis.
c. Bidang Sosial dan Budaya
Bangsa Indonesia harus selalu waspada terhadap masuknya nilai-nilai sosial dan budaya yang tidak sesuai dengan nilai sosial budaya bangsa Indonesia. Kita harus selalu berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila sebagai filternya.
d. Bidang Ekonomi
Kita harus waspada terhadap sistem ekonomi yang tidak sesuai dengan sistem ekonomi Indonesia seperti yang ditegaskan dalam UUD 1945 maupun dalam Tap. MPR No. XV l/M PR/l 998 tentang: , Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.
e. Bidang Pertahanan dan Keamanan
Kita harus waspada terhadap usaha-usaha yang mengancam pertahanan dan keamanan bangsa, baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Kesimpulannya,
kita harus meningkatkan kewaspadaan Nasional terhadap upaya-upaya untuk
menggantikan Pancasila dengan Ideologi yang lain, karena Pancasila sudah teruji
sebagai Ideologi yang paling cocok untuk dijadikan sebagai alat pemersatu
bangsa Indonesia yang sangat plural. Kita perlu mawas
diri, bahkan kita harus mampu bertindak selaku perekat Bangsa dan membantu
menciptakan kondisi yang kondusif untuk mengembalikan jati diri bangsa
Indonesia yang cinta damai dan sangat religius.
BAB
III
PENUTUP
Nasional
dalam mengamalkan Pancasila, karena Pancasila digali dari sosio-budaya bangsa Indonesia sendiri,
disepakati bersama oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai milik yang harus
diamankan dan dilestarikan. Pewarisan nilai-nilai Pancasila kepada generasi
penerus adalah kewajiban moral seluruh bangsa Indonesia. Melalaikannya berarti
mengingkari perjanjian luhur itu dan dengan demikian juga mengingkari hakikat
dan harkat diri kita sebagai manusia.
Dan
dengan adanya ciri-ciri dan sifat-sifat utama yang diberikan oleh Allah SWT
kepada manusia menjadikannya makhluk yang terpilih diantara lainnya untuk mengamalkan
Pancasila secara Nasional di Indonesia untuk dapat meneruskan,melestarikan,dan
memanfaatkan segala apa yang telah Allah ciptakan di alam ini dengan
sebaik-baiknya.
Tugas
utama dalam
mengamalkan Pancasila adalah mberikan teladan yang baik kepada Seluruh
lapisan masyarakat dan diri kita sendiri. Semua yang kita lakukan dengan bentuk
beraneka ragam itu akan kembali kepada kita dan bukan untuk siapa-siapa.Patuh
kepada Allah SWT,menjadi khalifah,melaksanakan ibadah,dan hal-hal lainnya dari
hal besar sampai hal kecil yang termasuk mengamalkan adalah bukan sesuatu yang ringan
yang bisa dikerjakan dengan cara bermain-main terlebih apabila seseorang sampai
mengingkarinya.Perlu usaha yang keras,dan semangat yang kuat ketika Semangat
dalam hati melemah,dan pertanggungjawaban yang besar dari diri kita kelak di
hari Pembalasan nanti atas segala apa yang telah kita lakukan di dunia,
DAFTAR PUSTAKA –