.

Menjadi Cahaya ataukah Memendamnya?

 
Sahabat…
Hari ini, masihkah ada rasa sedih di hatimu saat engkau dirundung duka?
Masihkah ada rasa marah di hatimu saat engkau dikecewakan?
Masihkah ada rasa benci di hatimu manakala engkau disakiti?
Masihkah ada rasa iri saat melihat orang lain lebih dibanding dirimu?
Masihkah ada keluh kesah manakala engkau dihadapkan pada ujian-ujian kehidupan?
Masihkah ada rasa putus asa saat usahamu belum berbuah sempurna?
Masihkah engkau berhitung atas setiap kerja yang engkau lakukan dengan perhitungan materi atau dunia?
Jikalau “masih ada” jawabannya, itu berarti bukankah iman kita belum sempurna?
Karena orang yang beriman itu adalah orang yang percaya pada Tuhannya.
Bahwa Allah tak pernah menzalimi hamba-Nya sedikit pun. Bahwa segala yang kita hadapi sesungguhnya hanyalah ujian dari Allah untuk melihat siapa kita. Bisakah menjadi hamba-Nya yang terbaik?
Jikalau sudah begitu tafsir cintanya, bukankah kita akan memilih menjadi hamba yang beriman? Hamba yang yakin sepenuhnya pada Tuhannya?


Dengan bahasa cinta-Nya, Allah menyentuh hati kita,
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Q.s. al-Baqarah [2]: 183)

Sejenak kita tercenung dan berpikir,
“Wahai Allah, jikalau benar Engkau cinta dan sayang padaku, mengapa Engkau justru mengujiku dengan hal-hal seperti ini? Mengujiku dengan keadaan-keadaan yang berat yang justru tidak mengenakkanku? Mengapa Allah menyuruhku menahan haus dan lapar? Mengapa Allah menyuruhku mengendalikan seluruh prilaku dari sifat-sifat tercela, bukankah menahan itu menyakitkan, sedang melampiaskannya melegakan?”

Aduhai, betapa polosnya pikiran kita. Jikalau benar kita beriman pada-Nya tentu pikiran di atas tidak akan pernah ada tentu kita tak akan pernah berburuk sangka pada-Nya.
Allah, yang menciptakan kita dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Yang melebihkan kita dari semua ciptaan-Nya. Yang memberi kita potensi untuk memegang kekhalifahan di dunia ini. Manakah mungkin Ia membiarkan kita hidup dalam penderitaan melainkan senantiasa bahagia dunia dan akhiratnya?
Justru karena Allah cinta dan sayang kepada kitalah ia mewajibkan kita berpuasa di bulan
Ramadhan.

Mengapa demikian?

Karena Allah ingin kita mensucikan lahir maupun batin kita; Agar hati kita bersih. Agar hati kita teguh. Agar jiwa raga kita kokoh mengatasi segala cobaan hidup ini. Agar kita mampu menyelesaikan permasalahan dengan mudah. Agar hati kita kuat tertancap dalam tali agama-Nya.
Agar hati kita lebih peka dengan penderitaan orang lain. Agar kita senantiasa jujur karena merasa diawasi Allah. Agar kita senantiasa ikhlas dalam berbuat karena sekecil apapun kerja kebaikan yang kita lakukan akan mendapat balasan sempurna dari-Nya dan tak pernah disia-siakan-Nya. Agar kita mengerjakan sesuatu hanya semata untuk beribadah kepada-Nya. Agar perasaan kita terhubung kuat dengan-Nya. Agar kita senantiasa berprilaku yang baik pada Allah dan sesama manusia.

Begitu terus hingga kebaikan itu menyusup perlahan ke dalam hati, meliputi sekujur diri hingga berbalut bagaikan ulat yang membalut dirinya menjadi kepompong (menahan dirinya dari merusak dedaunan) hingga pencapaian tingkat kebaikan sekuat yang kita lakukan membuat diri kita bercahaya dan semakin cemerlang, berubah menjadi makhluk Allah yang luar biasa bak kepompong yang menjelma menjadi makhluk indah bernama kupu-kupu.

Ya.. bukankah bangunan yang tinggi itu didirikan setelah para ahli mengokohkan fondasinya? Begitulah Allah mendidik kita, Ia ingin menjadikan kita tinggi derajatnya, di mana puasa adalah sarana pencapaian ketinggian untuk mencapai takwa. Dengan puasa, kita dididik-Nya untuk senantiasa hati-hati dalam mengendalikan diri, sehingga hati kita tak bertitik noda, hingga hati itu terlatih menghadapi persoalan seberat apa pun, perlahan dan pasti, semakin naiklah derajat kita sampai kepada hati yang tenang karena merasa dekat dengan Tuhannya, terhubung kuat dengan-Nya. Bukankah cahaya itu hanya mampu menembus ke dalam relung kalbu yang bersih?

Di dalam bulan Ramadhan Allah turunkan Al-Qur`an ke dalam hati Rasulullah. Al-Qur`an itu telah disampaikan Rasul kepada kita secara menyeluruh tanpa ada yang tertinggal seayat pun. Sebagai petunjuk bagi kita, yang berisi penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan memberi kita pembeda hingga kita bisa membedakan antara yang hak dan yang batil. Namun, bagaimanakah kita menjadikan Al-Qur`an sebagai petunjuk untuk bertakwa, jika kita tidak pernah membaca artinya, mengkaji isinya dan mengamalkannya?

Bunda Aisyah r.a. berkata bahwa akhlak Rasulullah adalah Al-Qur`an sehingga seluruh tingkah lakunya hanyalah Cahaya.
Jika Rasulullah Saw harus memilih di antara dua perkara, tentu beliau memilih yang paling mudah di antara keduanya, selagi itu bukan suatu dosa. Jika suatu dosa, maka beliau adalah orang yang paling menjauh darinya. Beliau tidak membalas untuk dirinya sendiri kecuali jika kehormatan Allah dilanggar. Beliau adalah orang yang paling tidak mudah marah dan paling cepat ridha. Rasul Saw adalah orang yang paling adil, paling mampu menahan diri, paling jujur perkataannya dan paling besar amanatnya. Bisakah kita mencontoh Rasul kita?

Jikalau kita berpikir dan merenungi, jika pada tahapan ujian kecil saja kita tak mampu mengatasinya. Bagaimanakah mungkin kita bisa menghadapi ujian yang lebih besar? Al-Qur`anlah yang menjadi panduan kita untuk menjadi Cahaya!
Jika saat ini kita bersedih, apakah sesedih Nabi Ya’qub yang kehilangan anak tercintanya Nabi Yusuf selama puluhan tahun? namun ia memilih menjadi cahaya dengan mengadukan kesedihannya itu hanya pada Allah semata. Nabi Ya’qub a.s. berkata, “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku,”
Nabi Ya’qub memilih bersabar dengan kesabaran yang baik dan hanya memohon pertolongan Allah dari cerita palsu anak-anaknya bahwa Yusuf dimakan serigala.

Begitu pun ujian ketika anak kedua yang juga sangat dicintainya (Bunyamin, saudara Yusuf) dikabarkan mencuri. Beliau tetap memilih jalan Cahaya; Bersabar dengan kesabaran yang baik dan memohon kepada Allah untuk mengembalikan kedua buah hati kesayangannya itu kepadanya. Nabi Ya’qub memilih berpaling dari anak-anaknya karena sudah tak kuasa menahan kedukaan. Beliau menahan amarahnya dari anak-anaknya.

Kembali hanya kepada Allah Nabi Ya’qub mengadukan kesusahan dan kesedihannya, kemampuan menahan diri itu mendatangkan ilham dari Allah kepadanya, hingga Allah menganugerahkan ketenangan pada dirinya untuk berbuat bijaksana dalam menghadapi persoalan yang dihadapinya, di mana Nabi Ya’qub meminta anak-anaknya pergi mencari Yusuf dan saudaranya, tanpa putus asa. Cahaya yang dipancarkan Nabi Ya’qub kepada anak-anaknya dengan senantiasa bersabar, menahan diri dari memarahi mereka menjadikan ruh dakwahnya mengalir deras bak air terjun yang jatuh tak terbendung terus menderas memasuki relung hati anak-anaknya hingga mereka berada pada sebuah titik kesadaran untuk mengakui segala kesalahannya selama ini. Ya, akhirnya, mereka juga memilih untuk menjadi Cahaya.
Jika kita berbuat baik pada orang yang berbuat baik pada kita, itu hal yang biasa. Namun jika kita berbuat baik pada orang yang menyakiti kita, itu baru luar biasa! Begitulah yang dilakukan Rasulullah Saw. Sepanjang hidupnya, tidak ada satu riwayat pun yang menceritakan bahwa beliau membalas kejahatan yang dilakukan oleh kaumnya, padahal kita tahu betapa kita mengerti bagaimana prilaku kaumnya kepadanya.

Kita diberikan Allah kesempatan hanya sekali saja hidup di dunia ini. Apakah dalam kesempatan ini kita memilih untuk hidup sebagai insan biasa ataukah luar biasa?

Sebagaimana penyakit-penyakit hati yang menghinggapi diri kita seperti di atas. Sesungguhnya mampu kita atasi dengan potensi kebaikan (Cahaya) yang telah Allah berikan pada kita. Tinggal bagaimana kita, apakah memilih menjadi Cahaya ataukah memendamnya?

Karena sesungguhnya, barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik, di mana Allah senantiasa memberikan jalan keluar atas setiap persoalan kita, mencukupi kebutuhan kita, memudahkan selalu urusan kita, akan menghapus kesalahan-kesalahan kita dan akan melipat gandakan pahala bagi kita. Serta kenikmatan lainnya bagi kita. Bahagia di kehidupan dunia dan akhirat kita. Maka dari itu, semoga kita selalu menjadi Cahaya, karena hanya dengan itu Allah mencintai kita.

Wahai, apakah ada nikmat melebihi kenikmatan berada di dekat-Mu Allah? Apakah aku bisa memandang wajah-Mu? Duhai, jika hati ini di titik nol, tangisku selalu tak terbendung.

Di dalam Al-Qur`an, berbicara tentang puasa, tiba-tiba Allah mengalihkan topik dengan menerangkan tentang keberadaan diri-Nya begitu dekat saat kita berdoa atau membutuhkan-Nya? Mengapa demikian?
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat… (Q.s. Al-Baqarah [2]: 186)

Karena doa orang yang berpuasa hingga ia berbuka tidak ditolak Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Ketika orang yang berpuasa berbuka maka dia memiliki doa yang diijabahi (dikabulkan).” (H.r. Abu Dawud)

Sebentar lagi, bulan Ramadhan akan pergi meninggalkan kita. Malam yang lebih baik dari seribu bulan pun tak lagi kita temukan, hingga kehilangan itu membuat kita selalu meneteskan air mata karena tak kuasa ditinggalkan dan menahan kerinduan. Apakah akan berjumpa lagi di tahun depan ataukah ini Ramadhan terakhir di sisa usia kita? Apakah dengan berakhirnya bulan Ramadhan ini kita akan kembali rapuh dan kehilangan gairah untuk menjadi Cahaya?!

Tidak sahabat! sekali-kali tidak! Ramadhan boleh pergi, namun hati kita akan senantiasa terus merasakannya. Karena ibadah bulan Ramadhan yang kita jalani ini sesungguhnya adalah gambaran akhlak Rasulullah Saw sehari-hari. Betapa kita merindu menjadi umat yang mendapat syafaatnya. Betapa kita berusaha menjadi umat terbaik yang dilahirkan di dunia ini. Betapa kita selalu berharap dan berdoa pada Allah kita meninggalkan dunia ini dalam keadaan iman yang paling baik, dan mendapat keridhaan-Nya selalu. Ya Allah... kabulkanlah permohonan ini, amin. []

Semoga bermanfaat kado Ramadhan (tulisan)  ini, amin
 

Home | Blogging Tips | Blogspot HTML | Make Money | Payment | PTC Review

ABI HABUDIN © Template Design by Abi Habudin | Publisher : Templatemu